Minggu, 26 Mei 2013

'Ilalil Hadis


A.    Definisi ‘Ilalil Hadis
Ilal adalah jamak dari ’ilah yang berarti “penyakit”. Illah menurut istilah ahli hadits adalah suatu sebab yang tersembunyi yang dapat mengurangi status keshahihan hadits, padahal dhahirnya tidak nampak kecacatan.
Sedangkan Ilmu Ilalil Hadits ialah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi yang mencacatkan keshahihan hadist, seperti mengatakan muttasil terhadap hadist munqati, menyebut hadist marfu kepada hadsit mauquf, memasukkan hadits ke dalam hadits lain dan hal-hal yang seperti itu. yang semuanya itu bila diketahui, dapat merusakkan keshahihan hadits.
B.     Tempat-Tempat ‘Illat Hadits Beserta Contohnya
’Illat pada hadits sering terdapat pada hadits yang bersambung sanadnya dalam bentuk mursal, atau pada hadits marfu’ dalam bentuk mauquf, atau masuknya satu hadits pada hadits lain, atau selain itu.
Imam As-Suyuthi dalam karyanya Tadribur-Rawi, menyimpulkan bahwa’illat terdapat pada sanad saja, atau pada matan saja, atau terdapat pada keduanya yaitu sanad dan matan.
1.    Contoh Illat Pada Sanad
     Hadits yang diriwayatkan oleh Ya’la bin ‘Ubaid Ath-Thanafisi, dari Sufyan Ats-Tsauri, dari ‘Amr bin Dinar, dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ”Kedua orang yang berjual beli itu dapat melakukan khiyar (hak pilih)….” (al-hadits).
     Keterangan : Sanad pada hadits ini adalah muttashil atau bersambung, diceritakan oleh orang yang ‘adil dari orang yang ‘adil pula; akan tetapi sanadnya tidak shahih karena terdapat ’illat didalamnya. Sedangkan matannya shahih. Letak ’illat-nya, karena riwayat Ya’la bin ‘Ubaid terdapat kesalahan pada Sufyan yang mengatakan : “Amru bin Dinar”, sedangkan yang benar adalah “Abdullah bin Dinar”.
2.      Contoh ‘Illat pada matan
Hadits riwayat Ibrahim Thuhman dari Hisyam bin Hisan dari Muhammad bin Sirrin dari Abu Hurairah :
إِذا استيقظ أحدُكُم مِن منامِهِ فليغسِل كفّيهِ ثلاث مرّاتٍ قبل أن يجعلهُما فِي الإِناءِ ، فإِنّهُ لا يدرِي أين باتت يدُهُ ،
ثُمّ لِيغترِف بِيمِينِهِ مِن إِنائِهِ ، ثُمّ لِيصُبّ على شِمالِهِ فليغسِل مقعدتهُ.



Abu Hatim mengatakan bahwa kalimat لِيغترِف بِيمِينِهِ ..الخ   semestinya merupakan perkataan Ibrahim bin Thuhman yang menyambungkan pernyataannya dengan hadits, sehingga pendengar tidak bisa membe-dakannya (hadits mudraj).
3.    Contoh Illat  Pada Sanad Dan Matan
            Contoh seperti Hadits Baqiyyah dari Yunus dari az-Zuhry dari Salim dari Umar dari Rasulullah Saw bersabda :
            من أدرك ركعةً مِن صلاةِ الجُمُعةِ وغيرِها فقد أدرك
            “ Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat Jum’at dan shalat lainnya maka telah mendapatkan shalatnya”.
             
            Abu Hatim mengatakan bahwa ini merupakan kesalahan pada sanad sekaligus matan, yang benar adalah Az-Zuhri dari Abu Salmah dari Abu Hurairah dari Nabi Saw, ia bersabda:
من أدرك مِن صلاةٍ ركعةً فقد أدركها.
             “Barangsiapa yg mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka ia telah mendapatkannya”.
            Sedangkan lafadz “shalat jum’at” tidak ada dalam hadis ini. Dengan demikian terdapat illat pada sanad dan matan.
C.    Kitab-Kitab Illalil Hadis Dan Tokoh Yang Terkait
Ilmu Ilalil Hadis telah mulai disusun sejak abad kedua dan di permulaan abad ketiga.
Diantara kitab yang paling tua dalam bidang ini, ialah: Al-Tarikh wal ‘ilal, karya Al-Hafidz Ibnul ma’in dan Kitab Mu’alal, Hadits karya Imam Ahmad.
Kitab-kitab ‘Ilalul Hadits yang muncul sebelum abad ke IV antara lain ialah:
1.    Al-Tarikh wal ‘ilal, karya Al-Hafidz Ibnul ma’in
2.    ’Ilalul Hadits, karya imam Ahmad bin Hanbal
3.    Al-musnadul Mu’alal, karya Al-Hafidz Ya’qub bin Syaibah As-Sudusy Al-Bashry
4.    Al-‘Ilal, karya Al-Imam Muhammad bin Isa At-Turmudzy
Kemudian kitab-kitab ‘Ilalul Hadits yang lahir sesudah abad tersebut ialah;
1.    ‘Ilalul Hadits, karya Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razy
2.     Al-‘Ilal al Waridah fil Ahadisin Nabawiyah, karya Hafidz Ali bin Umar Ad-Daruquthny.
D.    Cara Mengetahui ‘Illat Dalam Matan Hadis
Illat dapat diketahui dengan cara mengumpulkan jalur-jalur hadits dan meneliti perbedaaan perawinya, kekuatan ingatan dan kepintaran mereka (dhabit). Ukuran yang dipergunakan dalam analisis syududz adalah dengan menggunakan dalil aql (rasio), ijma’ dan al-Qur’an.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar